Kamis, 14 Mei 2020

Diam di Rumah


Bumiku sedang berduka tak seperti dahulu kala. Aku merindukan kehidupan yang normal tak seperti saat ini. Udara yang dulu segar di pagi hari kini harus memakai penutup hidung dan mulut untuk melindungi diri. Biasanya setiap hari berkumpul dengan teman-teman di sekolah kini harus menghindari kerumunan. Banyak lagi hal-hal yang membuatku terasa bosan.
Tempat tinggalku yang dulu ramai kini sepi bak kota mati. Sudah dua minggu aku diam di rumah, keluarpun hanya untuk membeli keperluan yang penting aja. Cuma segelintir orang yang berkeliaran di luar rumah. Rasanya aku ingin sekali pergi ke rumah teman-temanku.
“Bu, Nita boleh main ke rumah Nia tidak?” ucapku.
“kamu tidak tau kalau situasi di luar lagi kacau kayak gitu?”. Jawab ibuku
“Tau bu, tapi aku bosan di rumah terus, huhu”.
“gak usah keluar rumah, bantu ibu bersih-bersih rumah sana!”
Ibuku yang biasanya selalu menyuruhku main keluar rumah biar gak jadi anak rumahan aja sampek ngurung aku kayak gini. Padahal hari ini hari Minggu. Hidupku hanya rebahan, beres-beres rumah, nonton tv, main game dan itu aku lakukan hampir tiap hari.
“Kriiiiingggg……..”. Keesokan paginya, jam alarmku berbunyi menunjukkan pukul 05.00 WIB bergegas aku menuju kamar mandi. Setelah selesai mandi akupun ganti baju, bermake up dan mencari tasku. Jam sudah menunjukkan pukul 06.45 WIB.
“Buu… aku telat ke sekolah. Tambahin uang jajan ya buat beli sarapan.” Ucapku bingung
“kamu mau kemana Nita kok pakai seragam sekolah?”. Tanya ibuku heran
“ Nita mau pergi sekolah lah bu ini kan hari Senin, masak ibu lupa?”. Jawabku
“Astaga Nitaaa! iya ibu tau kalau hari ini hari Senin tapi sekolah udah libur sejak dua minggu yang lalu. Sadar sadar…”
“ya ampun, Nita lupaa buu.” Jawabku malu
Saking lamanya di rumah membuatku teringat kebiasaanku ketika sekolah. Aku kangen suasana sekolah, guru-guru, dan teman-temanku. Aku melihat pesan grup whatsapp dan Pak Budi memberiku tugas membuat artikel tentang wabah virus ini dan tips aktivitas positif selama diam di rumah. Aku termenung memikirkan keadaan ini. Otakku sudah tak mampu untuk berfikir lagi. Pelan-pelan aku mencari inspirasi untuk mengerjakan tugas sekolahku. Tiba-tiba ponselku berbunyi dan ternyata Dinda menelfonku.
“Telulitttt….”
“ Haloo Dinda.”Ucapku
“Haloo Nita… gimana kabarmu?”. Tanya Dinda
“Kabarku baik-baik aja. Aku kangen banget main sama kamu. Masa tadi aku pagi-pagi udah dandan mau pergi ke sekolah, duhh lupa aku.”
“Hahahaha..Yaelah, udah betah-betahin aja di rumah tuh. Jangan keluar rumah, kalaupun terpaksa keluar rumah wajib pakek masker, selalu jaga kebersihan, dan hindari kerumunan”.
“Idihh, kamu abis dapat percerahan apa lengkap betul pesannya. Hehe.”
“Hehe aku kayak gini karena aku sayang sama sahabatku. Sudah banyak korban yang meninggal karena virus ini.”
Seketika suasana berubah menjadi sunyi, terdengar suara tangisan yang membuatku gelisah. Jelas itu suara Dinda. Akupun bertanya apa yang terjadi, sampai ku ubah telfonku menjadi Video Call. Aku melihat mata Dinda sudah merah dan bengap.
“Dinda kamu kenapa tiba-tiba menangis? Apa yang terjadi?” Tanyaku panik.
“kemarin aku dapat kabar, kalau kak Bagas yang dinas di Rumah Sakit Merdeka meninggal karena terjangkit virus menular.”
“Ya ampun Dinda, aku turut berduka cita ya.”
“Iya Nita. Pesan beliau sebelum meninggal. Jangan keluar rumah jika tidak begitu mendesak, dan gunakan masker ketika keluar rumah. Jangan berada dikerumunan dan selalu jaga kebersihan.”
“Iya pasti akan aku lakukan pesan kakakmu. Terima kasih ya Dinda.”
Aku akhiri percakapanku dengan Dinda dan memberiku pengetahuan bahwa virus ini bukan virus main-main. Semenjak dapat cerita dari Dinda, akupun terinspirasi mengerjakan tugas artikel dari pak Budi. Aku luapkan kesedihan Dinda ke dalam artikelku dan memberi pemahaman tentang bahayanya virus ini.
“Nitaaaaaa?”. Teriak ibuku
“Apa bu? kenapa ibu teriak gitu?”. Tanyaku kaget
“Itu dapur berantakan, coba kamu rapiin biar kelihatan bersih gitu, ibu capek”. Jawab ibu
“Yaelah bu, bikin jantung Nita copot aja. Iya aku rapiin ya.”
Akhirnya aku membantu ibuku membereskan dapur. Seketika aku melihat tepung terigu dan tepung tapioka di dapur. Aku pun berfikiran ingin membuat cilok seperti yang dijual di sekolahku. Aku buka handphone dan ku cari resep cilok di internet. Setelah satu jam setengah aku di dapur, akhirnya cilok buatanku jadi ank u beri saos.
“ Ibu… ini aku buat cilok. Hehehe.” Ucapku malu
“ Lah tumben kamu masak Nita?” ibuku heran
“Hehehe… coba dulu lah bu, enak lo. Ini resep dari internet.”
“Wahh kok enak cilok buatanmu.” Ucap ibuku sambil mencicipi cilok buatanku.
“Iya kah bu?”
“Iya ini enak. Ternyata anak ibu bisa masak juga hehehe. Ada hal positif juga kan kamu diam di rumah, kamu bisa bantu ibu dan belajar masak gini. Diam di rumah harus bermanfaat, dan doakan juga saudara-saudara kita yang terkena musibah ini agar diberi kesembuhan. Semoga virus ini segera menghilang”
“Aamiin.. iya bu.”
Seketika aku terdiam dengan ucapan ibu dan merenungi apa yang sedang terjadi. Tiba-tiba aku ingat kembali tugas dari pak Budi. Aku tuliskan kegiatanku di rumah untuk menyelesaikan tugas artikelku. Jangan bosan diam di rumah. Nikmati dan ciptakan aktivitas yang bermanfaat agar tidak merasa bosan. Jagalah kebersihan, cuci tangan dengan sabun, pakai masker dan hindari kerumunan. @YK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar