Bumiku sedang berduka tak seperti dahulu kala. Aku merindukan
kehidupan yang normal tak seperti saat ini. Udara yang dulu segar di pagi hari
kini harus memakai penutup hidung dan mulut untuk melindungi diri. Biasanya
setiap hari berkumpul dengan teman-teman di sekolah kini harus menghindari
kerumunan. Banyak lagi hal-hal yang membuatku terasa bosan.
Tempat tinggalku yang dulu ramai kini sepi bak kota mati.
Sudah dua minggu aku diam di rumah, keluarpun hanya untuk membeli keperluan
yang penting aja. Cuma segelintir orang yang berkeliaran di luar rumah. Rasanya
aku ingin sekali pergi ke rumah teman-temanku.
“Bu, Nita
boleh main ke rumah Nia tidak?” ucapku.
“kamu
tidak tau kalau situasi di luar lagi kacau kayak gitu?”. Jawab ibuku
“Tau
bu, tapi aku bosan di rumah terus, huhu”.
“gak
usah keluar rumah, bantu ibu bersih-bersih rumah sana!”
Ibuku yang biasanya selalu menyuruhku main keluar rumah biar
gak jadi anak rumahan aja sampek ngurung aku kayak gini. Padahal hari ini hari
Minggu. Hidupku hanya rebahan, beres-beres rumah, nonton tv, main game dan itu
aku lakukan hampir tiap hari.
“Kriiiiingggg……..”. Keesokan paginya, jam alarmku berbunyi
menunjukkan pukul 05.00 WIB bergegas aku menuju kamar mandi. Setelah selesai
mandi akupun ganti baju, bermake up dan mencari tasku. Jam sudah menunjukkan
pukul 06.45 WIB.
“Buu…
aku telat ke sekolah. Tambahin uang jajan ya buat beli sarapan.” Ucapku bingung
“kamu
mau kemana Nita kok pakai seragam sekolah?”. Tanya ibuku heran
“
Nita mau pergi sekolah lah bu ini kan hari Senin, masak ibu lupa?”. Jawabku
“Astaga
Nitaaa! iya ibu tau kalau hari ini hari Senin tapi sekolah udah libur sejak dua
minggu yang lalu. Sadar sadar…”
“ya
ampun, Nita lupaa buu.” Jawabku malu
Saking lamanya di rumah membuatku teringat kebiasaanku ketika
sekolah. Aku kangen suasana sekolah, guru-guru, dan teman-temanku. Aku melihat
pesan grup whatsapp dan Pak Budi memberiku tugas membuat artikel tentang wabah
virus ini dan tips aktivitas positif selama diam di rumah. Aku termenung
memikirkan keadaan ini. Otakku sudah tak mampu untuk berfikir lagi. Pelan-pelan
aku mencari inspirasi untuk mengerjakan tugas sekolahku. Tiba-tiba ponselku
berbunyi dan ternyata Dinda menelfonku.
“Telulitttt….”
“
Haloo Dinda.”Ucapku
“Haloo
Nita… gimana kabarmu?”. Tanya Dinda
“Kabarku
baik-baik aja. Aku kangen banget main sama kamu. Masa tadi aku pagi-pagi udah
dandan mau pergi ke sekolah, duhh lupa aku.”
“Hahahaha..Yaelah,
udah betah-betahin aja di rumah tuh. Jangan keluar rumah, kalaupun terpaksa
keluar rumah wajib pakek masker, selalu jaga kebersihan, dan hindari
kerumunan”.
“Idihh,
kamu abis dapat percerahan apa lengkap betul pesannya. Hehe.”
“Hehe
aku kayak gini karena aku sayang sama sahabatku. Sudah banyak korban yang
meninggal karena virus ini.”
Seketika suasana berubah menjadi sunyi, terdengar suara
tangisan yang membuatku gelisah. Jelas itu suara Dinda. Akupun bertanya apa
yang terjadi, sampai ku ubah telfonku menjadi Video Call. Aku melihat mata
Dinda sudah merah dan bengap.
“Dinda
kamu kenapa tiba-tiba menangis? Apa yang terjadi?” Tanyaku panik.
“kemarin
aku dapat kabar, kalau kak Bagas yang dinas di Rumah Sakit Merdeka meninggal
karena terjangkit virus menular.”
“Ya
ampun Dinda, aku turut berduka cita ya.”
“Iya
Nita. Pesan beliau sebelum meninggal. Jangan keluar rumah jika tidak begitu
mendesak, dan gunakan masker ketika keluar rumah. Jangan berada dikerumunan dan
selalu jaga kebersihan.”
“Iya
pasti akan aku lakukan pesan kakakmu. Terima kasih ya Dinda.”
Aku akhiri percakapanku dengan Dinda dan memberiku pengetahuan
bahwa virus ini bukan virus main-main. Semenjak dapat cerita dari Dinda, akupun
terinspirasi mengerjakan tugas artikel dari pak Budi. Aku luapkan kesedihan
Dinda ke dalam artikelku dan memberi pemahaman tentang bahayanya virus ini.
“Nitaaaaaa?”.
Teriak ibuku
“Apa
bu? kenapa ibu teriak gitu?”. Tanyaku kaget
“Itu
dapur berantakan, coba kamu rapiin biar kelihatan bersih gitu, ibu capek”.
Jawab ibu
“Yaelah
bu, bikin jantung Nita copot aja. Iya aku rapiin ya.”
Akhirnya aku membantu ibuku membereskan dapur. Seketika aku
melihat tepung terigu dan tepung tapioka di dapur. Aku pun berfikiran ingin
membuat cilok seperti yang dijual di sekolahku. Aku buka handphone dan ku cari
resep cilok di internet. Setelah satu jam setengah aku di dapur, akhirnya cilok
buatanku jadi ank u beri saos.
“
Ibu… ini aku buat cilok. Hehehe.” Ucapku malu
“ Lah
tumben kamu masak Nita?” ibuku heran
“Hehehe…
coba dulu lah bu, enak lo. Ini resep dari internet.”
“Wahh
kok enak cilok buatanmu.” Ucap ibuku sambil mencicipi cilok buatanku.
“Iya
kah bu?”
“Iya
ini enak. Ternyata anak ibu bisa masak juga hehehe. Ada hal positif juga kan
kamu diam di rumah, kamu bisa bantu ibu dan belajar masak gini. Diam di rumah
harus bermanfaat, dan doakan juga saudara-saudara kita yang terkena musibah ini
agar diberi kesembuhan. Semoga virus ini segera menghilang”
“Aamiin..
iya bu.”
Seketika aku terdiam dengan ucapan ibu dan merenungi apa yang
sedang terjadi. Tiba-tiba aku ingat kembali tugas dari pak Budi. Aku tuliskan
kegiatanku di rumah untuk menyelesaikan tugas artikelku. Jangan bosan diam di
rumah. Nikmati dan ciptakan aktivitas yang bermanfaat agar tidak merasa bosan.
Jagalah kebersihan, cuci tangan dengan sabun, pakai masker dan hindari
kerumunan. @YK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar